Finally!
Setelah
gagal berangkat dan delayed pindahan hampir 6 bulan karena Covid19
ditambah harus mengulang proses pengurusan visa nasional akhirnya saya
sampai di Jerman!
Hari
ini tepat 15 hari yang lalu saya menginjakan kaki di Jerman untuk
kesekian kalinya tapi tidak untuk berlibur, tidak ada tiket pulang,
hanya one way ticket CGK - FRA yang sudah terpakai di selipan paspor
saya.
Aneh rasanya but yes... saya akan restart hidup saya di sini.
Mundur
sedikit di hari keberangkatan, deg - degan karena saya takut
keberangkatan saya ditolak. Tidak ada kejelasan pasti apakah saya boleh
masuk Jerman atau tidak. Memang benar kedutaan Jerman sudah memberikan
approval Visa, tapi mereka bilang bahwa mereka tidak bertanggung jawab
jika pihak Jerman menolak kedatangan saya saat sampai di Jerman. Bingung
kaaaaan... saya pun! π
Kurang lebih seminggu sebelum keberangkatan, saya melakukan online booking untuk jadwal Swab Test di RS Premier Jakarta
dan tiga hari kemudian melakukan proses pengambilan sample langsung di
RS, hasil keluar 24jam setelahnya dan dinyatakan NEGATIVE! Legaaaaa...
karena tiket dan visa sudah ditangan saya tidak berani membayangkan jika
hasilnya berbeda.
Hampir
tidak ada pamit dan proper farewell dengan keluarga dan
teman-teman, i feel really bad and guilty about it but, i do hope mereka
mengerti dengan keadaan yang serba sulit untuk kita semua ini. Saya
harus benar-benar sehat sebelum Swab Test dan dalam perjalanan long haul
nanti, karena itu saya memang memutuskan untuk mengisolasi diri untuk
fokus pada keluarga inti, proses pindahan dan juga dengan status tidak
jelas saya... takutnya udah farewell dll, ternyata saya ditolak masuk
Jerman, yah balik lagi hehe.
Maafkaaan π’
Banyak
pertimbangan sehingga saya tidak terlalu terbuka mengenai kepindahan
ini, basically everyone has already knew that i´ll move to follow my
hushband but everthing is hard i guess and i wanna say thank you for
those who always around to support during all these processes! π
The day!
Dapat
jatah bagasi 30kg dan 10kg cabin tapi hmm i need more jadi suami tanya
''Mau nambah berapa kg?'', sebenernya saya butuh nambah 20kgan lagi eh
tapi sayang costnya ''So 10kg aja'' jadi masih banyak barang yang saya
tinggal, biarin deh masih bisa disimpen toh nantinya saya akan liburan
pulang atau bisa disumbangkan.
Setelah
final packed berangkat lah ke bandara, sampai 4 jam sebelum
keberangkatan. Ketika Check-in saya harus isi beberapa form, menunjukan
ID suami dan kartu nikah yang sudah dilegalisir kedutaan untuk keperluan
imigrasi.
Setelah
semua selesai dan pamit dengan orang tua dan adik, saya langsung menuju
immigrasi dengan lancarnya tanpa antri, keadaan bandara seperti after
effect dari zombie invassion tidak ada shops yang buka, hanya terlihat
beberapa security dan staff. Selama di bandara semua diharuskan pakai
masker...
30
menit sebelum boarding pihak airline membagikan face shield untuk
dipakai dan tidak boleh dilepas sampai tujuan akhir, boleh dibuka saat
makan saja, tidur harus tetap pakai dan iya ini gratis!
Saat
boarding pramugari langsung bagikan ''protective kit'', isinya masker,
sarung tangan, gel hand sanitizer untuk melengkapi face shield yang
sudah diberikan sebelum boarding tadi.
![]() | |
|
Penerbangan
selama pandemi ini diatur dengan 1 empty seat between 2 passangers dan
flight saya sepi sekali, saya bahkan dapat 1 row sendiri bisa selonjoran
like a first class.. padahal sih belum pernah juga naik first class hehe.. π
dan karena parno sebelum berangkat saya sanitize setiap inch area yang saya duduki,
wipe and spray dengan spray sanitizer yang saya bawa sendiri. Bodo amat
diliatin passanger lain, selama mbak/ mas awak pesawat tidak melarang, let's just do
it for our own sake!
Stop!
Transit
di Doha, keadaan bandara cukup ramai, shops, cafes dan food court
beroperasi normal tapi tetap sesuai protokol, sempetin beli kopi alias cari
alasan untuk buka masker, udah lumayan engap setelah jalan dari gate ke
gate di bandara yang luas ini, terlebih saya bawa 7kg backpack dan 2kg toteback
yang isinya dokumen kehidupan dari Akte lahir, Ijazah-ijazah sampai Surat nikah
π. Intinya pengalaman ini sangat melelahkan sekaligus bikin sesak karena harus pakai masker dan face shield selama kurang lebih total 18 jam perjalanan.
Setelah 2.5 jam, saya akhirnya boarding flight menuju Frankfurt. Flight kali ini ramai
dengan orang-orang yang melakukan perjalan bisnis dan mahasiswa/i, jadi kali ini saya tidak duduk
sendiri tapi tetap dengan seat tengah yang kosong sesuai protokol. 8
hours done then now 7 hours more! Let's take off!
Landed!
Let's
roll, keluar dari pesawat langsung disapa sama security untuk check
passport, passager dari beberapa negara Asia disisihkan untuk
pemeriksaan lajutan tapi anehnya saya enggak, seperti diloloskan... Alhamdulillah! langsung
jalan cepat takut security tadi berubah pikiran hahaha π
dari turun pesawat sampai immigrasi kaki saya udah loyo sekaligus lemes
rasanya kaya jelly, bukan cuma karena capek jalan tapi juga
deg-degan karena overthinking, ''Jangan-jangan saya ditahan di immigrasi dan
dikirim balik''.
Sampe depan counter immigrasi agak gagal fokus karena petugasnya ganteng banget mirip TimothΓ©e
Chalamet versi agak berotot π mau saya senyumin tapi kan kita pakai masker dan gak boleh dibuka.. Oke ayok kita tetap fokus karena bisa jadi mas ganteng ini
yang mengirim saya balik ke Indonesia. Saya
selipkan passpor saya di lubang penyerahan dokumen, petugas immigrasinya gak pakai masker karena mereka ada diruang kaca hanya pake sarung tangan.
Dengan cepat petugas immigrasi
itu stamp dan memberikan passpor saya kembali, tanpa pikir panjang saya
langsung ambil langkah panjang dan cepaaaaaat π¨π sambil teriak dalam
hati Alhamdulillah lolos!!!!
Airport Frankfurt pun sepi, food court tutup, hanya convenience store yang tetap buka.
Jalan
menuju pengambilan bagasi sambil celingak-celinguk mana pemeriksaan
covid19-nya?! karena suami bilang, saya akan langsung di Swab Test
setelah turun pesawat.
Setelah ambil koper-koper, saya menuju pintu keluar dan... yak! ini
beneran pintu keluar, suami saya sudah berdiri menyambut tapi mana test
swab nyaaaa.. yaudah pelukan dulu aja sama suami deh yang sudah 10,5
bulan gak ketemu π Setelah
selesai kangen-kangenan saya tanya ''Mana Swab Test nya?'' dan suami
malah tanya balik ''Loh gak ditest pas turun pesawat?'' π
Akhirnya
kami mencari info dimana lokasi Swab test dan menemukan test
registration desk dekat jalur koneksi antara bandara dengan gedung
parkir, hmm.. cukup kaget karena lokasi ini lumayan jauh dari arrival
gate dimana saya keluar tadi.
Saya
mendaftarkan diri dan langsung menuju lokasi pengambilan sampel, proses
keseluruhan hanya memakan waktu 10 menit dan setelah itu petugas
memberitahukan bahwa saya harus karantina mandiri di rumah sampai hasil test saya keluar kurang lebih 2 hari kedepan.
Kurang
lebih 24 jam setelah sampai pihak imigrasi Jerman menghubungi suami
untuk mekonfirmasi (mengontrol) apakah saya melakukan karantina mandiri
atau tidak dan beberapa jam setelahnya hasil Swab Test saya keluar
NEGATIVE.
Oh
iya, Swab Test yang saya lakukan di bandara Frankfurt itu gratis tis
tis... dan tidak sakit seperti di Indonesia karena mereka hanya
mengambil sample saliva dari dindin mulut saja tanpa pengambilan sample
melalu hidung.
Disini
memang semua serba canggih tapi lokasi Swab Test di bandara
Frankfurt seharusnya dekat dengan pintu keluar kedatangan atau
setidaknya ada jalur menuju lokasi test yang dijaga oleh pihak bandara
karena saya yakin banyak orang yang tidak tahu dan tidak melakukan test
swab atau mungkin ini cara kerja negara kaya dengan prinsip ''Freedom
over Everything'' jadi ya bebas aja diserahkan kembali ke manusianya.
Saat
ini hari - hari saya masih disibukan dengan mengurus dokumen tinggal
jangka panjang, pengesahan perkawinan, mencari sekolah bahasa dan
integrasi yang mungkin saya bisa ceritakan di tulisan selanjutnya.
Stay safe, pakai masker dan jangan lupa untuk sering cuci tangan yaaa..! See you!
Dina π
Comments
Post a Comment
Kindly share your thoughts here